Jumat, 05 Februari 2016

Nasib Negeri Petani

                                                     ( KOPI HITAM PAK TANI )
                                                            Nasib Negeri Petani




Mereka punya cangkul di tanah kelahirannya
Dengan semangat juang untuk keluarga
Dan hati yang selalu ihklas  dalam  menjalani kehidupannya
Yang semuanya terbuat dari baja,yang kini mulai terkikis oleh usia
                               
Generasi yang mereka tunggu kini justru jadi benalu
Yang merasa malu dengan warisan para leluhur dulu
Pusaka yang hampir setiap hari digunakan hingga fajar tenggelam
Kini seperti barang haram  yang tak berguna dan di lupakan jasa-jasanya

Tanah yang dulu sempat memberikan pangan para bangsawan
Kini justru hanya jadi tontonan
Kemarau dan banjir silih berganti
Yang semakin lama semakin mencekik kehidupan para petani

Tetes keringat para petani yang dulu sedikit demi sedikit merubah tanah gersang hingga menjadi lumpur
Dirawat,dijaga bahkan dimanja-manja hingga menjadi tanah yang subur  dan memberikaan kehidupan yang makmur
Keindahan sawah nan  terhampar hijau yang dulu sempat menjadi tempat pelarian untuk hati para petani berhibur
Kini limbah yang secara perlahan meracuni tanah mulai membuat hidup mereka hancur

Tak ada yang peduli, yang seolah-olah mata para dewa memandangnya dengan pandangan kabur
Lambaian dedaunan nyiur yang dulu menjadi tempat berlindung dari panasnya terik matahari
Kini tumbang berubah menjadi bangunan yang mengganggu mereka hingga malam hari
Kebun nan rimbun   seketika gundul, yang sekarang menjadi tempat bermain para tuyul

Cucuran keringat yang mereka keluarkan tak pernah di hiraukan
Kerja keras yang penuh perjuangan tak lagi di pedulikan
Teriakan tanda mulainya kebinasaan justru jadi bahan tertawaan

Betapa rindunya mereka dengan Tanah Air tercinta yang pernah membuat mereka bahagia
Kini hanya menjadi lukisan para generasinya
Harapan akan sebuah kemajuan telah sirna menjadi angan-angan semata yang tak akan pernah dapat di raihnya

Tanah  mereka adalah nyawa mereka
Telah mereka titipkan kepada para dewa
Dengan penuh harapan akan menjamin hidup mereka
Justru dijadikan lahan perlombaan untuk sebuah perubahan yang sia-sia
Tidak kah engkau sadar telah merusak dan merenggut cita-citanya
Wahai para dewa jangan kau gantung nyawa mereka
Dan kembalikanlah kehidupannya seperti sedia kala.

Oleh :


Rudi Handoko